

Jakarta sebagai ibu kota negara dan salah satu kota metropolitan terbesar di Asia Tenggara, memiliki kompleksitas yang luar biasa. Dari kemacetan, banjir, ketimpangan sosial, hingga kebutuhan pembangunan yang terus berkembang, Jakarta bukanlah kota yang mudah untuk dikelola. Namun, di tengah tantangan itu, Anies Rasyid Baswedan, selama masa jabatannya sebagai Gubernur DKI Jakarta (2017–2022), menawarkan pendekatan baru: Jakarta sebagai Kota Kolaborasi.
Alih-alih hanya mengandalkan birokrasi dan kekuasaan pemerintah semata, Anies memperkenalkan konsep bahwa kemajuan kota hanya bisa dicapai jika seluruh elemen masyarakat — pemerintah, swasta, komunitas, dan warga biasa — terlibat secara aktif. Konsep ini bukan hanya jargon, tetapi dijalankan melalui berbagai kebijakan dan pendekatan nyata.
Gagasan “Kota Kolaborasi”
Bagi Anies, konsep kolaborasi bukan sekadar metode, melainkan filosofi. Dalam berbagai pidatonya, ia sering menyampaikan bahwa Jakarta bukan hanya milik pemerintah, tetapi milik semua warganya. Oleh karena itu, pembangunan dan perbaikan kota harus dirancang dan dijalankan bersama.
Kolaborasi dimaknai sebagai keterlibatan aktif masyarakat dalam proses perencanaan, pelaksanaan, hingga evaluasi kebijakan. Lewat pendekatan ini, ia ingin memutus cara lama yang top-down menjadi model pembangunan yang lebih inklusif, terbuka, dan dialogis.
Transformasi Infrastruktur dan Transportasi
Salah satu wajah nyata dari kolaborasi adalah dalam pengembangan sistem transportasi publik Jakarta. Di masa kepemimpinan Anies:
MRT Jakarta resmi beroperasi, menjadi simbol modernisasi transportasi perkotaan.
LRT dan TransJakarta diintegrasikan dalam sistem JakLingko, yang memudahkan mobilitas warga dengan satu tarif terjangkau.
Bus listrik dan jalur sepeda mulai diterapkan sebagai langkah menuju kota yang lebih ramah lingkungan.
Pemerintah provinsi tidak bekerja sendiri dalam mewujudkan ini. Anies melibatkan pihak swasta, komunitas transportasi, hingga akademisi untuk memastikan sistem transportasi yang dibangun menjawab kebutuhan nyata warga.
Penataan Kota yang Manusiawi
Dalam menata ruang kota, Anies mendorong agar Jakarta tidak hanya menjadi kota yang “maju secara fisik”, tetapi juga manusiawi dan setara. Pembangunan trotoar yang luas dan rapi, ruang terbuka hijau, taman kota, hingga penataan kampung kota seperti Kampung Akuarium dan Kampung Melayu adalah contoh bagaimana warga dilibatkan dalam proses perencanaan tata ruang.
Di sinilah kolaborasi menjadi kunci: pendekatan pemerintah bukan menggusur, tetapi mendengar, merancang bersama, dan membangun ulang dengan pendekatan sosial yang berkeadilan.
Kolaborasi dalam Penanggulangan Banjir dan Lingkungan
Permasalahan banjir di Jakarta telah menjadi isu puluhan tahun. Anies menawarkan pendekatan baru melalui naturalisasi sungai, penambahan kolam retensi, dan pembangunan taman-taman kota sebagai daerah resapan air.
Ia juga menggalakkan program grebek lumpur, pembersihan saluran air yang melibatkan warga setempat. Dalam penanganan banjir, ia tidak hanya mengandalkan teknologi dan alat berat, tetapi juga gotong royong warga sebagai bagian dari solusi.
Partisipasi Publik dan Pemerintahan Terbuka
Pemerintahan Anies juga mengembangkan kanal-kanal partisipatif seperti Musrenbang (Musyawarah Perencanaan Pembangunan) yang lebih diperkuat. Aplikasi pengaduan publik, seperti JAKI, dikembangkan untuk memudahkan warga menyampaikan keluhan dan aspirasi secara langsung.
Selain itu, kolaborasi dengan komunitas-komunitas kreatif, seniman, pegiat literasi, dan relawan lingkungan menjadi wajah lain dari Jakarta sebagai kota yang hidup dan dinamis secara sosial.
Warisan Sebuah Pendekatan
Ketika masa jabatannya berakhir pada tahun 2022, Anies meninggalkan banyak jejak kebijakan. Namun yang paling signifikan adalah cara pandangnya terhadap kepemimpinan kota. Ia mengubah persepsi bahwa pembangunan tidak harus melulu dikendalikan oleh elite pemerintahan, melainkan bisa — dan seharusnya — dijalankan bersama warga.
Warisan “Jakarta Kota Kolaborasi” adalah sebuah pendekatan yang memberi ruang bagi semua untuk terlibat. Bukan hanya sebagai penonton kebijakan, tetapi sebagai pelaku perubahan.
Di tangan Anies Baswedan, Jakarta tidak hanya dikelola, tetapi diaktivasi. Ia menghidupkan kembali semangat gotong royong dalam konteks kota modern. Narasi “Kota Kolaborasi” menjadi refleksi dari model kepemimpinan masa depan: bukan pemimpin yang memerintah dari atas, melainkan yang mengajak dari tengah — bersama rakyatnya, dengan visi, gagasan, dan aksi nyata.
Optimalkan Website Bisnis Kecil Anda dengan Strategi Efektif Melalui Rajabacklink.com
18 Mei 2025 | 304
Pengembangan Kreativitas Siswa melalui Ekstrakurikuler IPTEK di SMA Islam Al Masoem Bandung
4 Jul 2024 | 595
13 Maret 2025 | 359