Hampir di setiap wilayah Indonesia memiliki minuman tradisional yang menjadi ciri khas. Dan tidak sedikit di antaranya yang mengandung alkohol termasuk ciu. Minuman ini berasal dari suatu daerah kecil yang berada di Desa Bekonang, Kabupaten Sukoharjo Jawa Tengah. Desa Bekonang selama ini dikenal sebagai sentra industri etanol di Sukoharjo. Perajin etanol sebenarnya diatur dalam Perda setempat, tetapi yang diatur yaitu etanol atau alkohol sedangkan produk ciu masih dianggap ilegal. Di masa pandemi Covid-19 ini memberikan pengaruh pada produksi mereka.
Sejak pandemi pembuatan alkohol mengalami penurunan drastis di desa tersebut. Terlebih lagi bila pemerintah membahas mengenai RUU larangan minuman beralkohol sehingga semakin mengurangi angka produksinya di desa ini. Ciu Bekonang merupakan hasil penyulingan tetes tebu yang telah difermentasi yang umumnya tetes tebu tersebut ditampung dalam wadah setiggi dua meter. Sebelum disulung, tetes tebu akan dicampur dengan air dan setelah itu campuran tersebut diaduk dengan merata. Bila tidak merata maka fermentasi tidak bisa berjalan dengan baik.
Tetes tebu yang siap disuling selanjutnya dipindahkan dengan menggunakan mesin pompa air. Ini agar dapat menghemat waktu serta menjaga agar tidak ada tetes tebu yang tumpah atau terbuang. Untuk proses fermentasi itu sendiri memakan waktu 5 hingga 7 hari. Sesudah itu bila seluruh gelembung hilang maka tetes tebu siap untuk didestilasi atau disuling. Biasanya untuk ukuran 200 liter tetes tebu membutuhkan proses penyulingan selama 3 hingga 4 jam.
Agar mendapatkan kualitas alkohol yang baik, proses penyaringan menjadi salah satu tahapan akhir yang sangat diperlukan. Minuman tersebut kemudian disaring dengan menggunakan karung beras agar tidak ada kotoran yang tersisa. Dari proses penyulingan serta penyaringan tersebut akan menghasilkan minuman yang jernih, nyaris tampak seperti air biasa. Kadar alkohol hasil dari proses penyulingan bervariasi, antara 35 hingga 90 persen.