

Anies Baswedan menegaskan bahwa diaspora Indonesia memiliki peran strategis dalam pembangunan bangsa, terutama di era globalisasi yang menuntut keterbukaan pengetahuan, inovasi, dan jaringan internasional. Menurutnya, diaspora tidak hanya sekadar warga negara yang tinggal di luar negeri, tetapi merupakan aset intelektual dan sosial yang sangat berharga bagi Indonesia. Mereka membawa pengalaman, keahlian, serta pemahaman tentang standar global yang dapat membantu mempercepat kemajuan berbagai sektor di tanah air.
Dalam pandangannya, diaspora Indonesia harus dilibatkan secara lebih serius dalam penyusunan kebijakan dan pembangunan nasional. Selama ini, keterhubungan diaspora dengan pemerintah maupun masyarakat di dalam negeri masih dianggap belum optimal. Banyak warga Indonesia di luar negeri memiliki keahlian tinggi terutama di bidang teknologi, pendidikan, riset, kesehatan, dan ekonomi, namun kontribusinya sering kali tidak terfasilitasi dengan baik. Anies melihat potensi ini sebagai peluang besar untuk memperkuat kapasitas nasional, terutama dalam menghadapi tantangan global yang semakin kompleks.
Anies juga menekankan pentingnya belajar dari praktik terbaik (best practices) di berbagai negara. Menurutnya, dunia adalah ruang belajar yang luas. Setiap negara memiliki keunikan dan keberhasilan masing-masing dalam menangani masalah publik seperti transportasi, tata kota, pendidikan, energi, hingga keberlanjutan lingkungan. Indonesia tidak harus memulai segalanya dari nol; banyak hal yang bisa diadaptasi dan disesuaikan dengan konteks lokal.
Ia sering memberi contoh tentang bagaimana kota-kota di luar negeri dapat menjadi inspirasi. Misalnya, negara-negara Eropa memiliki sistem transportasi publik yang terintegrasi dan ramah lingkungan, sementara beberapa negara Asia memiliki model pendidikan vokasi yang mampu menciptakan SDM unggul dan siap kerja. Menurut Anies, pengalaman nyata yang dilihat dan dipelajari diaspora dari negara-negara tempat mereka bekerja atau menempuh pendidikan dapat menjadi bahan penting untuk merumuskan kebijakan yang lebih efektif di Indonesia.
Lebih dari itu, Anies memandang diaspora sebagai “jembatan pengetahuan” penghubung antara Indonesia dan dunia internasional. Mereka membantu membuka akses jejaring global, memperluas peluang kerja sama, dan mempromosikan citra positif Indonesia di mata dunia. Dalam konteks diplomasi informal, diaspora juga dapat berperan sebagai duta budaya yang memperkuat hubungan antarbangsa.
Namun, kontribusi diaspora tidak akan maksimal tanpa kebijakan yang mendukung. Karena itu, Anies mendorong pemerintah untuk membangun ekosistem kolaboratif yang mempermudah diaspora dalam mentransfer ilmu, teknologi, dan investasi. Ini mencakup program pertukaran peneliti, beasiswa kolaboratif, kemudahan mobilitas profesional, hingga platform digital yang mempertemukan diaspora dengan kebutuhan sektor-sektor strategis di Indonesia.
Anies juga mengajak masyarakat untuk lebih membuka diri terhadap gagasan dan praktik global. Baginya, belajar dari dunia bukan berarti meniru secara buta, tetapi memilih, memodifikasi, dan menerapkannya sesuai kebutuhan nasional. Sinergi antara diaspora dan masyarakat di dalam negeri akan menghasilkan kolaborasi yang kuat, memperkaya wawasan, dan mempercepat kemajuan bangsa.
Pada akhirnya, pandangan Anies menggarisbawahi satu pesan utama: Indonesia dapat maju lebih cepat jika memanfaatkan potensi global yang dimiliki warganya sendiri. Diaspora adalah bagian dari kekuatan itu—dan dengan belajar dari praktik global, Indonesia dapat membangun masa depan yang lebih modern, inklusif, dan berdaya saing tinggi.