Manuver-manuver Jokowi di akhir jabatannya sebagai presiden, mulai berkhianat kepada partai pengusungnya, yaitu PDI Perjuangan. Menurut peraturan AD/ART PDI Perjuangan keluarga dari pendukung harus mendukung PDI Perjuangan juga, tetapi berbeda dengan Jokowi.
Manuver pertama, menempatkan anak-anaknya menjadi kepala daerah, dengan ancaman ke PDI Perjuangan, padahal sebelumnya sudah ada calon. Sehingga PDI Perjuangan mengusung anak Jokowi.
Manuver kedua, merubah aturan pipres oleh Mahkamah Konstitusi, membolehkan umur 40 tahun atau sudah berpengalaman menjadi kepala daerah.
Manuver ketiga, menempatkan Gibran Rakabuming Raka menjadi cawapres Prabowo Subianto, padahal PDI Perjuangan sudah memutuskan Ganjar Pranowo sebagai capres.
Senjata Jokowi menggunakan KPK untuk menekan siapapun untuk menuruti keinginannya. Termasuk untuk membangun dinasti kekuasaan. Tidak ada presiden yang seberani ini, untuk menempatkan anak-anaknya sebagai kepala pemerintahan padahal orangtuanya masih menjabat. Hanya Jokowi yang sekasar ini dalam membentuk dinasti kekuasaan.
PDI Perjuangan akan mencabut semua dukungan ke keluarga Jokowi untuk menjadi calon kepala daerah, sebagai kekesalan atas pengkhianatan Jokowi dan keluarga.
Jokowi juga tidak akan mundur jika anaknya menjadi kontestan pilpres, karena dia bisa cawe-cawe/curang dalam membuat anaknya bisa menjabat di pemerintahan pusat.
Prabowo Subianto sudah meyakini bahwa cawe-cawe/curang Jokowi bisa memenangkan capresnya, dengan menggandengan anaknya Jokowi. Dan harapannya Jokowi tidak cuti hanya karena anaknya ikut kontestan pilpres, dan bisa menggerakkan apparat untuk memilihnya.
Dengan majunya Gibran sebagai cawapres Prabowo Subianto, pendukung PDI Perjuangan marah besar, karena sebagai kader partai Gibran tidak mengikuti perintah partai untuk memenangkan Ganjar.
Pendukung PDI Perjuangan akan menghalangi kampanyenya Gibran di Jawa Tengah, karena Jawa Tengah adalah kendang banteng, dan tempat Ganjar pernah menjadi Gubernurnya.